Rabu Abu adalah hari pertama dalam memasuki masa Prapaskah. Rabu Abu biasa ditandai dengan penerimaan abu pada dahi sambil mengucapkan “Bertobatlah dan Percayalah kepada Injil”. Abu yang sudah dioleskan pada dahi menjadi lambang pertobatan. Abu juga mengandung makna bahwa manusia diciptakan dari debu tanah dan akan kembali menjadi debu (you are dust, and to dust you shall return).

Prapaskah adalah masa dimana kita mempersiapkan hati dan diri kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi agar semakin siap menyambut kebangkitan Tuhan. Dalam bacaan Injil, Yesus telah mengajarkan banyak hal terkait kewajiban kita sebagai umat-Nya. Yesus mengajarkan kita untuk beribadah kepada Allah atas dasar ketaatan. Ada tiga hal penting yang diajarkan Yesus kepada kita selama masa puasa. Yang pertama, adalah perihal memberi sedekah, kedua, perihal berdoa dan ketiga perihal berpantang dan berpuasa.

Kita sebagai umat-Nya memiliki kewajiban untuk bersama-sama berpuasa dan berpantang, seperti halnya Yesus yang berpuasa di padang gurun selama 40 hari lamanya. Yang perlu dicatat, berpuasa dan berpantang bukan menjadi ajang untuk pamer. Dalam Kitab Suci, Yesus sering mengecam cara berpuasa orang Farisi. Mereka sering menjalankan kewajiban agama mereka (termasuk puasa dan pantang) hanya supaya mendapat pujian dan pengakuan orang. Kecaman itu juga dialamatkan kepada kita semua agar kita tidak berpuasa seperti orang Farisi yang motivasinya agar dilihat orang. Sebaliknya, masa pantang dan puasa hendaknya kita jadikan sebagai waktu untuk bertobat.

Terkait pandemi COVID-19, penerimaan abu tahun ini agak berbeda dari tahun sebelumnya. Sebelumnya, abu dioleskan pada dahi oleh Romo atau Petugas Pembagi Komuni (PPK). Pada tahun 2021 ini, abu dibagikan kepada umat melalui tiga cara. Pertama, abu akan ditaburkan di atas kepala kita oleh petugas. Kedua, abu akan diberikan seperti saat menerima komuni lalu umat membuat tanda salib dari abu dengan tangan sendiri. Ketiga, umat diijinkan untuk membawa pulang abu yang sudah diberikan untuk anggota keluarganya yang tidak bisa mengikuti Perayaan Ekaristi.

Pada homili, kita diingingatkan bahwa sejauh apapun kita melangkah, janganlah sekali-kali melupakan Tuhan sang pemberi jalan. Diibaratkan seperti orang yang sudah sukses dan mapan hidupnya tetapi ia melupakan Tuhan, maka hidup orang itu akan sia-sia. Kita juga diajak untuk bersyukur di setiap detik nafas hidup kita. Sejak awal 2020 lalu, wabah pandemi Covid-19 telah melanda dunia termasuk Indonesia. Wabah baru ini membuat kita tidak bisa merayakan Paskah secara langsung. Alhasil, kita semua harus merayakan Ekaristi di rumah saja karena adanya protokol kesehatan yang sangat ketat.

Tetapi di tahun 2021 ini, Yesus membuka jalan bagi kita semua. Ia mengizinkan kita untuk merayakan Ekaristi bersama-Nya secara langsung di Gereja, meskipun jumlah umat yang diizinkan hadir di Gereja masih dibatasi. Kita yakin, Yesus pasti mendengarkan seruan umat-Nya yang percaya kepada-Nya. Kita juga yakin, Yesus akan mengabulkan setiap permohonan kita pada waktu yang telah Ia tetapkan.

Carolina Mafa, Komsos Stasi Vincentius

Berita terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *