Pada 24 Desember 2024 terdapat fenomena unik di Vatikan. Paus Fransiskus mengumandangkan tahun ini sebagai Tahun Yubelium. Kata ‘tahun ini’ merujuk pada penanggalan liturgi versi gereja katolik. Paus Fransiskus mengawali tahun Yubelium dengan membuka pintu Basilika St. Petrus. Konon, tradisi pembukaan pintu basilika dilakukan oleh paus-paus terdahulu. Paus Bonifasius VIII merupakan Paus pertama yang mengadakan Tahun Yubelium dalam gereja katolik. Paus Bonifasius VIII memasukkan tradisi Yahudi ke dalam gereja katolik. Penerapan tradisi Yahudi ke dalam gereja katolik dilakukan oleh Paus Bonifasius VIII pada tahun 1300.[1]
Pintu Basilika St. Petrus merupakan simbol tahun Yubelium. Dari sudut pandang sejarah, pintu ini awalnya dibuka setiap lima puluh tahun sekali. Penetapan waktu dibukanya kembali pintu basilika diprakarsai oleh Paus Klemens VI pada tahun 1342. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1389, Paus Urbanus VI mengubah waktu dibukanya pintu basilika. Pintu basilika St. Petrus dibuka setiap tiga puluh tiga tahun. Salah satu alasan perubahan waktu pembukaan yakni untuk mengenang masa hidup Yesus Kristus (tiga puluh tiga tahun).[2] Kemudian pada tahun 1475, Paus Sixtus VI merubah penetapan waktu pembukaan pintu basilika. Pintu basilika dibuka setiap dua puluh lima tahun sekali. Durasi waktu pembukaan pintu basilika pada era Paus Sixtus VI tetap diakui gereja katolik hingga saat ini.


Tahun Yubelium merupakan tahun harapan. Menurut Paus Fransiskus, harapan terdalam umat kristiani adalah berjumpa dengan Yesus Kristus. Paus Fransiskus menyebut momen perjumpaan itu sebagai sukacita.[3] Paus Fransiskus juga menambahkan bahwa umat kristiani diharapkan tidak kehilangan harapan tersebut.[4] Paus Fransiskus menyarankan kepada umat kristiani agar mampu mencari tanda-tanda harapan di dunia sekitar kita.[5] Usaha umat kristiani untuk mencari tanda-tanda harapan dapat dipahami juga sebagai Langkah-langkah pertobatan. Saran Paus Fransiskus kepada umat kristiani mengarahkan kita pada pertanyaan: bagaimana cara kita, umat kristiani untuk menemukan tanda-tanda harapan; yakni Yesus Kristus dalam pengalaman sehari-hari ? Pertama, bersyukur akan segala pengalaman yang telah terjadi. Bersyukur mengandaikan bahwa kita menerima segala hal yang ada disekitar kita, seperti: pujian dari orang lain, keberhasilan dalam mengerjakan aneka tugas, kritik dari orang-orang sekitar, dan pengalaman buruk yang kita alami. Kedua, berefleksi. Sebelum istirahat malam, alangkah baiknya kita berefleksi; menuliskan apa yang kita alami sepanjang hari; pergumulan diri; rasa Syukur. Intinya apa saja ekspresi kita di hari itu. Kemudian, masuk pada pertanyaan: dari aneka fenomena hari itu, Tuhan hadir Dimana ? Tuhan hadir dalam diri siapa ? Tuhan hadir dalam momen apa ? Ketiga,selalu libatkan Tuhan dalam setiap dinamika hidup. Ketika orang sekitar mengejek kita, berkata-kata kasar pada kita, pada malam hari renungkan pengalaman itu. Mungkin melalui pengalaman itu, Tuhan mengajarkan kita untuk tetap berbuat baik. Mungkin juga Tuhan mau mengajarkan kita untuk semakin mengenal jati diri kita, seperti: berani mengungkapkan kepada mereka bahwa apa yang mereka lakukan itu buruk. Sebaliknya, dalam situasi penuh berkat, seperti: dipuji banyak orang, mendapat banyak penghasilan. Alangkah baiknya jika kita berdoa, bersyukur pada Tuhan.

Ungkapan Syukur, Refleksi, dan ketekunan pada doa merupakan cara umat kristiani untuk bertobat, menghayati Tahun Yubelium sebagai Tahun Harapan.
[1] https://www.bbc.com/indonesia/articles/cvgx8yky3j5o. diakses pada 3 Januari 2025, pukul 21.55 WIB. [2] https://www.bbc.com/indonesia/articles/cvgx8yky3j5o diakses pada 3 Januari 2025, pukul 22.04 WIB. [3] EG art.1. [4] Misericordia et Misera. [5] https://cafod.org.uk/news/uk-news/why-is-2025-a-jubilee-year-in-the-catholic-church diakses pada 3 Januari 2025, pukul 22.11 WIB.
(Artikel dan Foto by Fr. Stanislaus Alexander Noning dan KOMSOS Vincentius)