Misa Peringatan Hari Arwah Orang Beriman Sedunia: Merangkul Kenangan dan Menghidupkan Harapan

Minggu pagi itu, matahari bersinar cerah saat umat mulai berdatangan ke Gereja Santo Vincentius a Paulo, Gunung Putri. Meski cuaca terasa terik, halaman gereja dipenuhi suasana damai yang hangat. Umat berkumpul untuk mengikuti Misa Peringatan Hari Arwah Orang Beriman Sedunia, sebuah perayaan khusus untuk mengenang mereka yang telah berpulang. Perayaan dimulai pukul delapan dan dipimpin oleh RD. Bonifasius Heribertus Beke dari Paroki Maria Bunda Segala Bangsa, yang akrab disapa Romo Boni. Dari bangku paling depan hingga kursi belakang, umat terlihat khusyuk dan penuh penghayatan. Hari itu bukan sekadar mengingat yang telah pergi, tetapi juga merayakan keyakinan bahwa cinta tidak berhenti meski seseorang tiada secara fisik.

Dalam homilinya, Romo Boni mengajak umat merenungkan janji Tuhan tentang kehidupan kekal. Dari bacaan Kitab Suci tersirat bahwa kematian bukanlah penutup, melainkan pintu menuju kehidupan baru bersama Allah. “Kita hanya diminta percaya,” katanya. Tidak ada yang diminta Tuhan selain hati yang tetap taat kepada-Nya, bahkan saat duka dan tanya menyelimuti.

Romo Boni juga menekankan bahwa doa untuk arwah bukan sekadar tradisi, melainkan wujud kasih yang paling murni. Ketika seseorang meninggal, cinta kita tidak ikut terkubur. Doa menjadi jembatan yang menyatukan kita dengan mereka. Umat pun diajak merefleksikan diri: apakah kita selama hidup ini lebih sibuk mengejar dunia hingga melupakan hal-hal rohani? Apakah kita sungguh percaya pada janji keselamatan Tuhan, atau hanya mengucapkannya lewat bibir?

Momen misa terasa hangat, tanpa kebisingan selain doa yang dipanjatkan untuk mereka yang telah dipanggil. Tidak ada ritual menyalakan lilin, namun terang itu hadir dari hati yang percaya, hati yang merelakan, dan hati yang bersyukur. Bagi sebagian orang, kehilangan masih menyisakan luka. Namun hari itu, luka tersebut diserahkan dalam damai Tuhan.

Romo Boni menutup homili dengan ajakan sederhana: tetaplah setia berdoa, baik untuk mereka yang telah mendahului maupun untuk diri sendiri yang masih menapaki hidup di dunia. Doa bukan soal cepat dikabulkan, melainkan perjalanan. Tuhan mendengar setiap bisikan, meski jawabannya kadang menunggu waktu yang tepat.

(Artikel dan foto by Komsos Vincentius – Vyona, Toti, Marell, dan Edita)

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *