Gunung Putri, 17 April 2025 – Suasana hening dan penuh haru menyelimuti perayaan Kamis Putih di Paroki Santo Vincentius a Paulo, Gunung Putri. Malam itu, umat Katolik berkumpul untuk mengenang Perjamuan Terakhir Yesus bersama para murid-Nya, sebuah momen yang sarat makna dan cinta yang mendalam.
Kamis Putih bukan hanya soal mengenang peristiwa sejarah iman, tetapi juga menjadi undangan bagi setiap pribadi untuk meneladani sikap Yesus yang membasuh kaki para murid-Nya. Dalam homilinya, RD Yulius Eko Priyambodo mengajak umat merenungkan bahwa kasih yang sejati selalu hadir dalam pelayanan yang tulus, meski tak selalu mudah.


“Yesus membasuh kaki para murid, bukan hanya sebagai simbol, tapi sebagai panggilan untuk kita semua: melayani, bahkan ketika itu tidak nyaman,” ujar Romo Eko dalam homilinya.
Suasana liturgi terasa sangat syahdu. Alunan lagu yang lembut, cahaya lilin yang temaram, dan aroma dupa yang menyelimuti ruangan menciptakan suasana doa yang mendalam. Prosesi pemindahan Sakramen Mahakudus dilakukan dalam keheningan, mengajak umat masuk dalam permenungan yang sungguh pribadi.
Usai misa, umat diajak melanjutkan doa dalam tuguran berjaga di hadapan Sakramen Mahakudus. Dalam remang cahaya dan keheningan, umat duduk, berlutut, dan berdoa. Tidak ada kata-kata yang ramai, hanya bisikan hati yang mengalir. Seolah malam itu, setiap pribadi diajak menemani Yesus di Taman Getsemani—berdiam bersama-Nya, menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Bapa.


Tuguran berlangsung hingga tengah malam, diisi bergiliran setiap wilayah lingkungan. Dalam kesunyian itu, terasa ada ikatan batin yang menguat: antara umat, Tuhan, dan makna sejati dari kasih.
Kamis Putih di Gereja Santo Vincentius A Paulo Gunung Putri, malam itu bukan sekadar perayaan, tapi pengalaman. Sebuah malam ketika cinta tidak lagi dibicarakan, tetapi dihayati, dalam diam, dalam doa, dan dalam keinginan untuk menjadi pribadi yang lebih melayani.


(Artikel dan Foto by Komsos Vincentius – Diva, Viktor, Andre, Tian, dan Aji Neno)