Sejak abad ke-18 di kalangan para Jesuit di Roma, bulan ini dikaitkan dengan permulaan musim semi dan pengenalan Hawa sebagai ibu semua yang hidup. “Manusia itu memberi nama Hawa pada isterinya, sebab dia-lah yang menjadi ibu semua yang hidup.” (Kejadian 3:20). Pada saat itu, Paus Pius VII dipenjara oleh serdadu Napoleon di tahun 1809. Ia memohon bantuan Maria dan berjanji menghormatinya, jika dibebaskan. Setelah dinyatakan bebas. Pada 24 Mei 1814, ia mengumumkan perayaan Bunda Maria sebagai Penolong Umat Kristen. Paus Paulus VI juga merilis ensiklik ‘Mense Maio‘ yang menegaskan bahwa bulan Mei merupakan waktu yang tepat untuk berdoa dan menghormati Bunda Maria.


Oleh karena itu, pada tanggal 31 Oktober 2023 gereja katolik khususnya paroki Sto. Vincentius a Paulo Gunung Putri melakukan tradisi yang sudah dari tahun ke tahun untuk merayakan misa penutupan bulan rosario. Bulan Mei di tahun lalu, merayakan misa penutupan ini menggunakan pakaian adat dan berdoa rosario dengan 5 bahasa daerah. Saat ini, hanya perarakan mawar ke patung bunda maria saja tidak hanya imam, pelayan luar biasa (PLB), lektor/lektris, dan pemazmur, namun umat yang membawa mawar dipersilahkan. Istilah “rosario” sendiri berasal dari kata Latin “rosarium”, yang berarti taman mawar. Mawar merupakan simbol kesempurnaan. Oleh karena itu, Rosario diibaratkan seperti gambaran taman doa yang sempurna. Umat Kristen menggunakannya untuk menghitung doa yang mereka panjatkan, sambil merenungkan peristiwa-peristiwa tertentu dalam kehidupan Yesus dan ibu-Nya pada untaian manik-manik yang digunakan.


Di bulan Rosario ini, mari kita saling mendoakan dan bertekun dalam doa. Bunda Maria akan selalu setia mendengarkan segala permohonan yang kita sampaikan dan merasa gembira jika semakin banyak orang berdoa kepadanya. Kita yakin dan percaya bahwa sekuntum bunga mawar yang kita berikan untuk bunda Maria akan mengiringi dan menuntun setiap langkah dan kata-kata yang kita ucapkan agar sampai kepada Allah.
(foto by: Komsos PSVGP)