Oleh : Frater Stanislaus Alexander N
Suatu tempat ada sebuah pohon jati bernama Jati. Pohon ini telah tumbuh dan berkembang disana selama puluhan tahun. Dekat pohon itu terdapat rumah seorang tukang kayu bernama Yusuf. Ia sangat menyayangi pohon itu karena pohon itu ditanam oleh kakeknya yang kini telah wafat. Kakeknya bernama “Jati”.
Pemberian nama pohon itu pun dilakukan oleh kakeknya agar ia dapat mengenang dirinya.
Suatu hari ia mendapat pesanan kursi dari seorang pengusaha. Kursi yang dipesannya pun harus berasal dari pohon jati karena pohon ini terkenal kuat dan tahan lama. Ia pun pergi menjelajah tiap sisi dalam hutam untuk mendapatkan pohon itu. Namun, ditengah penjelajahannya, ia melihat kobaran api melanda begitu cepat menyapu pohon-pohon, termasuk didalamnya beberapa pohon jati. Akibatnya ia merasa sedih dan kecewa.
Sesampainya dirumah ia mendengar seperti seseorang memanggil namanya. Setelah ia menelusuri lebih lanjut, ternyata Jati memanggilnya. Ia tahu perasaannya karena beberapa pohon jati hancur dilahap oleh api. Ia menawarkan dirinya agar ditebang dan dijadikannya sebagai kursi. Pada awalnya ia tidak mau pohon itu ditebang, namun karena tidak ada pilihan lain dan karena rencana penyelesaian yang mendekati masa akhir pengerjaan, ia menebangnya dan menjadikannya kursi.
Keesokan harinya, pengusaha itu datang kesana. Ia melihat kursinya begitu indah dan terlihat kokoh. Setelah melihatnya, ia memberikan sebuah amplop tebal berwarna cokelat sebagai tanda terima kasih telah membuatkan kursi. Beberapa jam kemudian, ia membukanya dan melihat banyak uang ada disana. Ia pun merasa senang dan penuh rasa syukur.
Teman-teman terkasih cerita diatas sama seperti pesan yang ingin disampaikan Yesus pada hari ini. Ia berpesan kepada kita agar kita memberikan diri sepenuh-penuhnya kepada Yesus. Tujuannya agar kita memperoleh keselamatan dan selalu bersama-Nya dalam setiap langkah hidup kita. Ia mau agar kita seperti Jati yang dengan tulus dan rendah hati memberikan dirinya diatur oleh Yusuf. Sebagai pertanyaan refleksi bagi kita, seberapa dekat relasi kita dengan-Nya ? apakah kita mau untuk terus bersama-Nya dalam setiap langkah hidup kita ?
Teman-teman terkasih, disaat ini kita telah dilanda wabah covid-19. Wabah yang telah menjadi pandemic ini telah membuat angka kematian meningkat. Akibatnya banyak langkah pemerintah pusat maupun daerah guna mencegah semakin menaiknya angka itu, seperti: tinggal di rumah saja, jaga jarak satu sama lain, dan selalu jaga kesehatan. Selain langkah dari pemerintah, Gereja pun membuat aneka keputusan dengan tujuan yang sama yakni memecah rantai penyebaran virus. Dari fenomena ini, apa yang harus kita lakukan sebagai orang katolik ?
Markus 14:38 secara jelas tertulis bahwa kita hendaknya berjaga-jaga dan berdoa. Berjaga-jaga seperti apa ? berjaga-jaga yang dimaksud adalah menuruti keputusan yang telah dibuat oleh pemerintah. Setia untuk menuruti keputusan nampaknya mudah, namun dalam kenyataanya sulit untuk dilakukan. Kita, sebagai orang katolik, hendaknya dapat berinisiatif menuruti berbagai keputusan itu. Cara sederhananya dengan tetap tinggal dirumah, keluar rumah jika keadaan tertentu, jaga kesehatan, jaga jarak satu sama lain, dan tekun berdoa. Berdoa bukan sekedar berkata-kata sesuai dengan rumusan doa, melainkan didasari dengan ketulusan hati, mengandalkan peran serta Tuhan dalam setiap langkah hidup kita. Dengan setia untuk turut akan berbagai keputusan itu, kita dapat dengan cepat memutus rantai penyebaran virus; kita dapat seperti biasa merayakan berbagai hal dalam Gereja seperti merayakan Kamis Putih bersama dengan keluarga, teman-teman kita, dan semua orang katolik dimanapun mereka berada.
Maka teman-teman, Yesus berpesan kepada kita agar memberikan diri sepenuhnya pada Tuhan kapanpun dan dimanapun kita berada. Tekunlah berdoa, dan berjaga-jagalah dengan cara setia menuruti aneka keputusan pemerintah pusat, daerah, dan Gereja.
Stay at home; stay safe; keep healthy, physical distancing, and keep praying to God. Amin.