Lahir Baru Dalam Kerangka Hikmat ALlah

Romo Ari.png
Robertus Ari Priyanto

Menantikan proses kelahiran seorang bayi merupakan peristiwa luar biasa, berharga, sekaligus tidak terlupakan dalam rentetan hidup manusia. Kita bisa menyaksikan betapa Allah sungguh luar biasa dalam kerangka penciptaan manusia dari ketiadaan menjadi keberadaan, dari yang semula tidak ada menjadi ada, bahkan hidup, tumbuh, dan berkembang.

Manusia mengalami proses penciptaan ini dengan cara yang luar biasa, bahkan melampaui akal manusia. Tentu kita dapat membayangkan bagaimana Allah menciptakan manusia melalui rahim seorang wanita. Para wanita inilah yang menjadi sarana rahmat kehidupan Allah kepada manusia yang berlangsung terus sejak manusia diciptakan pertama kalinya ke dunia. Patut bersyukurlah para wanita yang telah melahirkan hingga boleh menjadi sarana rahmat Allah yang menciptakan dan menghidupkan.

KelahiranYesus Kristus yang kita rayakan menjelang malam pergantian tahun hendaknya mengandung semangat kebaruan dalam hidup orang beriman. Banyak cara yang dapat kita tempuh menyambut sukacita kelahiran Yesus Kristus ke dunia, misalnya mempersiapkan lingkaran advent (korona) selama empat pekan, mengikuti pertemuan Aksi Advent Pembangunan (AAP), menerima sakramen tobat, akhirnya merayakan ekaristi pada malam Natal dan hari Natal. Boleh kita katakan hal-hal tersebut menjadi rangkaian perjalanan iman umat Allah sebelum menyambut kelahiran Kristus ke dunia. Akan tetapi, banyak terjadi orang terlalu menyibukkan diri hanya untuk menyambut ekaristi malam Natal.

Tanpa sadar kita telah mempraktikkan hal ini selama bertahun-tahun sehingga Natal hanya menjadi peristiwa tahunan yang tidak meninggalkan bekas apapun dalam benak iman kita. Patut disayangkan memang, namun praktik semacam ini sudah berlaku umum (lazim) di kalangan umat beriman.

Tekanan perayaan malam Natal, Natal fajar, dan Natal siang pun sangat berbeda. Misa malam Natal memberi tekanan tentang kelahiran Kristus ke dunia yang terjadi sejak awal, yakni dalam kehendak Bapa di surga untuk mengangkat martabat manusia ke dalam sejarah keselamatan (Luk 2:1-14). Misa Natal fajar merupakan permenungan peristiwa pemakluman kelahiran Kristus di dalam kehidupan orang beriman yang pertama, yaitu para gembala (Luk 2:15-20). Sedangkan misa Natal siang hendak merenungkan peristiwa kelahiran Kristus secara rohani dalam kehidupan orang beriman (Yoh 1:1-18) sekaligus menegaskan Sang Sabda sudah ada sejak semula dalam sejarah keselamatan. Yang lazim dirayakan di negeri kita memang hanya dua perayaan, yaitu malam Natal dan Natal fajar/pagi yang banyak dikhususkan sebagai perayaan Natal anak-anak. Jika kita memperhatikan alur makna perayaan Natal di atas, dapat disimpulkan Natal bukan sekadar perayaan kelahiran Yesus Kristus ke dunia. Ada hikmat yang lebih besar dari sekadar peristiwa kelahiran (nativity).

Hikmat Yesus bukan melulu soal kelahiranNya, namun merangkul pada pribadi Allah yang lebih kompleks, yaitu pikiran, perasaan, kehendak, dan pengetahuan. Kita mulai mengenal Yesus sedari kelahiran, perjalanan pastoralNya bersama keduabelas murid, mukjizat-mukjizatNya, hingga kematianNya di kayu salib. Kompleksitas hidup Yesus jelas menampakkan hikmat yang berasal dari Allah, bukan hikmat yang berasal dari manusia. Hikmat manusia sering mudah mencemooh terhadap sesuatu yang sebenarnya belum dimengerti. Manusia sering menganggap suatu kebodohan terhadap hal-hal yang sebenarnya belum dipahami. Kita bisa melihat fenomena semacam ini pada peristiwa penyaliban Yesus. Sedangkan hikmat Allah membalikkan semua realitas kebodohan dan cemoohan manusia sebagai penyingkapan misteri kekuatan Allah yang dahsyat. Inilah ‘cara kerja khas’ Allah dimana kadang tidak sesuai dengan cara kerja manusia yang cenderung berkutat di permukaan.

Maka, untuk memahami hikmat Allah semacam itu kita perlu melakukan discernment, pembedaan roh. Tujuannya adalah agar kita mampu melihat sekaligus melakukan kehendak Allah dengan melihat setiap persoalan secara detail melalui disposisi iman yang baik. Ada pengalaman ‘membatinkan’ pengalaman hidup dalam kerangka terang iman. Sehingga orang bisa berkembang menjadi dewasa, semakin peka, dan menjadi sehati sejiwa dengan kehendak Allah. Jika prasyarat ini mampu ditempuh dalam terang iman yang benar, niscaya kita akan menjadi manusia baru, bahkan lahir baru seperti pemaknaan kelahiran Yesus ke dunia.

Adanya kelahiran baru menyingkapkan harapan cerah akan kehidupan di masa depan dimana kehidupan yang dialami hendaknya dihayati sebagai peristiwa yang sarat dengan makna. Mengapa demikian, karena ada begitu banyak rentetan peristiwa bersejarah yang akan dijumpai manusia dalam hidupnya. Pelanggaran hak-hak asasi manusia, bencana alam, masalah ekonomi, politik, pemanasan global, dan lain sebagainya. Pengalaman-pengalaman semacam ini apabila tidak dilihat dari sudut padang hikmat Allah hanya akan menghasilkan keterpurukan, keputusasaan, pesimisme, apatis, bahkan sikap tidak percaya pada penyelenggaraan Allah. Jelas, ini berbahaya bagi kelangsungan iman kita.

Akan tetapi, mari kita hayati semua pengalaman hidup manusia dengan kemasan yang lebih baik. Dalam arti, kehidupan yang dialami bukan saja dihayati sebagai persitiwa yang tak bermakna, namun harus ditarik lebih dalam hingga orang sadar hidup adalah anugerah luar biasa dari Allah. Manusia harus giat berusaha mencari dan tekun berdoa sepanjang hidup karena hikmat Allah itu tidak berhenti hanya dalam satu fase waktu tertentu. Hikmat Allah itu akan selalu berjalan dinamis selama manusia mempercayai keberadaan Allah sebagai pencipta, penyelamat, dan pemberi hidup.  

Lantas, bagaimana kita hendak memaknai Natal 2018 ini? Mengacu pada tema Natal 2018 “Yesus Kristus Hikmat Allah bagi kita” istilah hikmat direkatkan dengan istilah kebijaksanaan. Apa yang berhikmat sama dengan apa yang bijaksana. Karena Allah adalah kasih (Yoh 4:8) maka hikmat Allah juga merupakan bentuk kasih Allah yang konkert kepada manusia dengan segala dinamika hidupnya. Hikmat Allah itu harus dipahami sebagai ‘cara kerja’ Allah yang khas kepada manusia agar manusia tidak mudah melihat situasi seraya memutuskan bahwa ini salah, kurang tepat atau keliru. Akan tetapi, manusia mau membenamkan diri dalam kehendak Allah yang terungkap dalam keseharian hidupnya. Oleh karena itu, dituntut adanya kepekaan, pengertian, kesabaran, dan totalitas manusia untuk mau menjalani hidupnya dalam konteks kehendak Allah.

Kapel Stasi Santo Vincentius, Gunung Putri merupakan contoh bagaimana hikmat Allah itu diungkapkan dengan caraNya yang khas. Di balik semua keterbatasan sarana dan prasarana, nyatanya Roh Allah tetap bekerja. Yang dianggap sebelah mata justru diangkat ke tingkat yang lebih luhur oleh Allah. Sehingga dunia mengetahui bahwa dimana pun tidak ada yang dapat membatalkan dan menghambat hikmat Allah. Semangat kekeluargaan dan persaudaraan yang terjalin serta pola hidup beriman nyatanya terjaga cukup baik di sini. Penulis yakin kekuatan semacam ini bukanlah kekuatan yang berasal dari manusia, melainkan dari Allah.

Maka, marilah kita menghayati peristiwa Natal tahun ini dengan semakin peka mencermati kehendak Allah yang luar biasa di balik kehidupan manusia yang biasa. Adanya tekanan, hambatan, dan tantangan bukan membuat kita semakin jauh dari Allah, sebaliknya ini makin menguatkan iman kita kepada Allah. Kita harus yakin Allah sang sumber kehidupan akan selalu memberikan yang terbaik kepada umatNya. Asalkan kita dengan tekun melihat segala persoalan dalam kerangka hikmat Allah pasti kita menemukan kebahagiaan yang sejati seraya menjadi orang yang lahir baru sesuai dengan hikmat Allah.

Selamat Natal 2018!.

RD. Robertus Ari Priyanto

 Pastor Vikaris PKKC

Berita terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *